Senin, 28 Juni 2010

TRAUMA MEDULA SPINALIS

Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran (IKA, Jilid I).
Pada masa kanak – kanak, sering kali sebagai akibat persalinan sungsang, presentasi muka dan dahi, atau pada distosia persalinan, disebabkan tarikan, hiperfleksi, atau hiperekstensi yang berlebihan. Biasanya disertai fraktur atau dislokasi vertebra. Gejala tergantung bagian mana dari medulla spinalis yang rusak, dijumpai gangguan pernafasan, kelumpuhan kedua tungkai dan retensiourin. Penanganan dengan berkonsutasi pada bagian Neurologi
Kompresi medula spinalis menimbulkan berbagai gejala dan tanda khas, sesuai lokasi lesi spinal. Diantaranya adalah nyeri tekan punggung setempat, nyeri dan imobilitas, skoliosis, dan disfungsi kandung kemih, yang pada awalnya bermanifestasi sebagai frekuensi dan urgensi, dan akhirnya sebagai distensi dan inkontinensia. Manifestasi motorik yang paling umum adalah gangguan gaya berjalan, mula – mula hanya pincang, kemudian berkembang menjadi paraplegia. Lesi pada medula bagian servikal dapat menimbulkan kuadriparesis, biasanya dengan atrofi otot, arefleksi, dan hipotonia lengan; dan hiperefleksi dan spastisitas tungkai.
Transeksi medulla spinalis lengkap pada servikal atas, menyebabkan kematian segera akibat paralysis pernafasan. Cedera yang lebih ringan pada tingkat ini menyebabkan kuadriparesis, dan sering kali gangguan pernafasan yang memerlukan bantuqan ventilasi. Adalah penting untuk menghindarkan gerakan pada pasien seperti ini; jika sangat perlu gerakan harus dilakukan en bloc. Jika memungkinkan pasien harus tetap berada dalam posisi telentang pada alas yang padat. Traksi leher yang ringan dapat membantu selama transportasi pasien dengan cedera medulla spinalis servikal. Kehilangan fungsi yang lengkap dibawah tingkat lesi selama lebih dari 24 jam, hampir selalu permanent. Agar dapat berhasil, eksplorasi bedah daerah yang rusak harus dilakukan dalam beberapa jam pertama.


Dislokasi Atlantoaksial
Dapat terjadi tanpa trauma yang jelas, terutama pada pasien dengan malformasi vertebra congenital atau dengan penyakit tulang metabolic seperti kondrodistrofi. Pada pasien demikian, fleksi leher akan menekan medulla spinalis. Terdapat riwayat kelemahan progresif dan gangguan gaya berjalan, paresis spastic lengan dan tungkai tanpa disfungsi saraf cranial. Lesi ini harus dibedakan dengan paralysis serebral spastic, leukodistrofi dan penyakit demielinisasi. Terapi berupa reduksi dislokasi denga traksi dan imobilisasi leher.


Abses Epidural Spinalis
Adalah akumulasi puslokal dalam ruang epidural spinalis, lazimnya di posterior medulla spinalis torakal. Dapat akut, biasanya oleh stafilokokus, atau subakut akibat perluasan osteomielitis tuberculosis pada medula spinalis. Nyeri hebat dan nyeri tekan pada perkusi ditemukan di atas abses, dan tulang belakang dipertahankan dalam posisi ekstensi kaku. Tanda – tanda disfungsi medulla spinalis termasuk paraparesis, kehilangan kendali kandung kemih dan usus besar, dan tingkatan deficit sensorik pada badan, terjadi dengan cepat. Bukti – bukti sistemik dari infeksi mungkin tidak ada. Terkadang diagnosis dibuat pada saat fungsi lumbal, dimana pus keluar sebelum penetrasi durameter. Abses epidural spinalis merupakan kedaruratan bedah saraf.

Anomali Vaskular Medula Spinalis
Lesi-lesi ini dapat menyebabkan disfungsi medulla spinalis mendadak, bila rupture pembuluh darah abnormal menyebabkan perdarahan kedalam medulla spinalis atau ruang subaraknoid spinalis. Kaku kuduk terjadi pada perdarahan subaraknoid masif. Cairan serebrospinal dapat berdarah atau kandungna proteinnya meninggi. Mielografi biasanya diagnostic, memperlihatkan pembuluh darah yang berdilatasi dan berkelok- kelok. Terkadang anomali vascular dapat dicurigai dari temuan bercak anggur port (nevus flammeus) dalam distribusi segmen kulit yang sesuai dengan tingkat malformasi vascular. Pengangkatan bedah anomaly vascular medulla spinalis tidak selalu berhasil.


Mielopati Transversa
Sering salah disebut sebagai mielitis tranversa. Adalah suatu sindroma disfungsi medulla spinalis segmental yang timbul cepat, biasanya dalam beberapa jam tanpa bukti – bukti lesi kompresi atau perdsarahan. Pada beberapa kasus, gangguan ini timbul sekunder dari penyakit demielimesasi. Pada kasus lain, nekrosis segmental medulla spinalis mungkin disebabkan oklusi faskular. Biasanya terdapat nyeri punggng pada tempat lesi, tetapi lebih ringan dibandaingkan abses epidural spinslis. Kemudian diikuti paraparesis, adanya tingkat sensorik, dan ketidakmampuan berkemih. CSF biasanya normal, kadar protein dan hitung sel dapat sedikit meningkat. Mielografi mungkin diperlukan untuk menyungkiirkan lesi kompresi.






DAFTAR PUSTAKA

Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3, EGC, Jakarta, 1992
www.google.com
DENVER DEVELPOMENT SCREENING TEST / DDST

DDST adalah salah satu dari metode Skrinning erhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostic atau tes IQ. DDST memnuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik.Tes ini mudah dan cepat ( 15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukan validitas yang tinggi.

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapatmengidentifikasikan antara 85-100% bayi dan anak-anak pra sekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada follow up selanjutnya ternyata 89 % dari kelompok DDST abnormal mengalami kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian.

Tetapi dari penelitian Borowitz ( 1986 ) menunjukan bahwa DDST tidak dapat mengidentifikasikan lebih dari separuh anak dengan kelainan bicara. Frankenburg melakukan revisi dan retandarisasi kembali DDST dan juga tugas perkembangan pada sector bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi dari DDST tersebut dinamakan Denver II.

DDST ( Denver Development Skrining Test )

Fungsi : Digunakan untuk menaksir perkembangan personal social, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar pada anak mulai umur 1 bulan – 6 tahun.

Umur : 1 bulan sampai 6 tahun.
Catatan : Diberikan secara individual dengan partisipasi aktif dari orang tua dan pemeriksa.
a. Aspek perkembangan yang dinilai
Terdiri dari 105 tugas perkembangan pada DDST dan DDST-R, yang kemudian pada Denver II dilakukan revisi dan restandarisasi dari DDST sehingga terdapat 125 tugas perkembangan.

Perbedaan lainnya adalah, pada Denver II terdapat :
- Peningkatan 86 % pada sektor bahasa.
- 2 pemeriksaan untuk artikulasi bahasa.
- Skala umur yang baru.
- Kategori baru untuk interpretasi pada kelainan yang ringan.
- Skala penilaian tingkah laku.
- Materi training yang baru

Semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan yanmg diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sector perkembangan , yang meliputi :
- Personal social ( perilaku social )
Aspek yang berhubungan dengan sosialisasi dan interaksi dengan lingkungan
- Language ( bahasa )
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
- Gerakan motorik halus
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan – gerakan yang melibatkan bagian – bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot – otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
- Gross motor ( gerakan motorik dasar )
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

Setiap tugas ( kemampuan ) digambar dalam bentuk kotak persegi panjang horizontal yang berurutan menurut umur, dalam lembar DDST. Pada umumnya pada waktu tes, tuga yang perlu diperiksa pada setiap kali skrinning hanya berkisar antara 25 – 30 tuga saja, sehingga tidak memakan waktu lama hanya sekitar 15- 20 menit saja.

b. Alat yang digunakan
- Alat peraga : Benang wol merah, kismis / manik – manik, kubus warna merah – kuning – hijau – biru. Permainan anak, botol kecil, bola tennis, bel kecil, kertas dan pensil.
- Lembar formulir DDST
- Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara- cara melakukan tes dan cara penilaiannya.
c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu :
Tahap pertama : secara periodic dilakukan pada semua anak yang berusia :
- 3 – 6 bulan - 3 tahun
- 9 – 12 bulan - 4 tahun
- 18 – 24 bulan - 5 tahun
Tahap kedua : Dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hembatan perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.
d. Penilaian
Dari buku petunjuk terdapat penjelasan tentang bagaimana melakukan penilaian. Apakah lulus ( passed = P ), gagal ( Fail = F ), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas ( No opportunity = No ). Kemudian ditarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulire DDST. Setelah itu dihitung pada masing – masing sector , berapa yang P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil test diklasifikasikan dalam : Normal, abnormal, meragukan ( questionable ) dan tidak dapat di tes ( untestable ).
- Abnormal
- Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih.
- Bila didalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sector yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
- Meragukan
- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebi.
- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sector yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertical usia.
- Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes mennjadi abnormal atau meragukan.
- Normal
Semua yang tidak tercantum dalam criteria tersebu diatas.
Dalam pelaksanaan skrinning dengan DDST, umur anak perlu ditetapjkan terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Bila dalam perhitngan umur kurang dari 15 hari dibulatkan kebawah, dan bila lebih dari 15 maka dibulatkna keatas.
Perhitungan umur adalah sebagai berikut :
Misalnya Budi lahir pada tanggal 23 mei 1992 dari kehamilan yang cukup bulan dan tes dilakukan pada tanggal 5 oktober 1994. maka perhitungannya sebagai berikut
1994 – 10 – 5 ( saat tes dilakukan )
1992 – 5 – 23 ( tgl lahir budi )
Umur Budi 2 – 4 – 12 = 2 tahun 1 hari, karena 12 hari adalah lebih kecil dari 15 maka dibulatkan menjadi kebawah, sehingga umur budi adalah 2 tahun 4 bulan.
Kemudian garis umur ditarik vertikal pad formulir DDST yang memotong kotak – kotak tugas perkembangan pada ke- 4 sektor. Tugas – tugas yang terletak disebelah kiri garis itu, pada umumnya telah dapat dikerjakan oleh anak – anak seusia budi ( 2 tahun 4 bulan ). Apabila Budi gagal mengerjekan beberpa tugas – tugas tersebut ( f ) maka berarti suatu keterlambatan pada tugas tersebut. Bila tugas – tugas yang gagal dikerjakan berada pada kotak yang terpotong oleh garis vertikal umur, maka ini bukan suatu keterlembatan, karena pda kontrol lebih lanjut masih mungkin terdapat perkembnagan lagi. Begitu pula pada kotak – koatak disebelah kanan garis umur.
Pada ujung kotak senbelah kirii terdapat kode – kode R dan nomor. Kalau terdapat kode R maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orangtuanya, sedangkan bila terdapat kode nomor maka tugas perkembangan dites sesuai petunjuk dibalik formulir.
Agar lebih cepat dalam melaksanakan skrinning, maka dapat digunakan tahap praskrinning, dengan menggunakan :
- DDST Short Form, yang masing- masing sector hanya diambil 3 tugas ( sehingga seluruhnya ada 12 tugas ) yang ditanyakan pada ibunya. Bila didaptkan salah satu gagal atau ditolak, maka dianggap “Suspect “ dan perlu dilanjutkan denagan DDST lengkap. Dari penelitian Frankenburg didapatkan 25 % anak pada pemeriksaan DDST short form ternyata memerlukan pemeriksaan DDST lengkap.
- PDQ ( Pra skrinning Development Questionaire )
Bentuk kuestioner ini digunakan bagi orangtua yang berpendidikan SLTA keatas. Dapat diisi orang tua dirumah atau pada saat menuggu di klinik. Dipilih 10 pertanyaaan pada kuestioner yang sesuai dengan umur anak. Kemungkinan dinilai berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan, dan pada kasus yang dicurigai dilakukan tes DDST lengkap.

AGE PERIODS ( PERKEMBANGAN MENTAL MENURUT UMUR ANAK YANG NORMAL )
0 – 1 II - III
-“ Mendekat “ tertawa - Berjalan dikamar tapa diawasi
- Mempertahankan keseimbangan - Menolak kereta bayi
kepala tengkurap ( telungkup ) - Berhasil membuka kaos kaki
- Duduk tanpa pertolongan
- Berdiri sendiri
- Tidak berliur
- Menirukan suara
- Mengulang bunyi yang didengar

KELAINAN KONGENITAL BERUPA GANGGUAN DALAM ORGANOGENESIS DARI SYSTEM REPRODUKSI PADA JANIN YANG GENETIK NORMAL

VAGINA

Vagina menghubungkan genetalia ekterna dengan genetalia interna.Introitus vagina tertutup pada hymen atau selaput darah,suatu lipatan selaput setempat.Pada seorang virgo selaput darahnya masih utuh,dan lubang selaput darah umumnya hanya dapat dilalui oleh jari kelingking.Pada koitus pertama hymen robek di beberapa tempat dan sisanya di namakan katunkulae mittiformes.Besarnya lubang hymen tidak menentukan apakah wanita tersebut masih virgo atau tidak.

Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan dibelakang 9,5cm.Sumbunya berjalan kira kira sejajar dengan arah pinggir bawah simpisis ke promontorium.Arah ini penting diketahui.jika memasukkan jari kedalam vagina pada pemeriksaan ginekologi.Pada pertumbuhan janin dalam uterus 2/3bagian atas vagina beralas dari duktus inuller (asal dari entroderm) sedangkan 1/3 bagian bawahnya dari limparan limparan ektorderm.Hal ini penting diketahui dalam menghadapi kelainan kelainan bawaan.

SEPTUM VAGINA

Adalah sekat sagital di vagina dapat ditemukan di bagian atas vagina.Septum vagina dapat dalam bentuk septum yang longitudinal atau vertical.Septum longitudinal dapat terjadi pada vagina sehingga dapat menghalangi jalannya persalinan.Septum vagina yang pertikal dapat menghalangi penurunan dan kesulitan menilai pembukaan.Bila kepala sudah turun mencapai hodge 3,septum vertical dapat digunting sehingga per salinan berlangsung dengan aman.Sekat sagital di vagina dapat ditemukan di bagian atas vagina.Tidak jarang hal ini ditemukan dengan kelainan pada uterus oleh karena ada gangguan dalam fusi atau kanalisasi kedua duktus mulleri pada umumnya kelainan ini tidak menimbulkan keluhan pada yang bersangkutan dan baru di temukan pada pemeriksaan ginekologi .Darah haid juga kelur secara normal.Dispareuni dapat timbul meskipun biasanya septum itu tidak dapat menggangu koitus.Pada persalinan septum tersebut dapat robek spontan atau perlu disayat dan di ikat.Tindakan tersebut dilakukan pula bila ada dispareuni.

KISTA VAGINA

Kista vagina biasanya kecil berasal dari duktus gartner atau duktus mulerri .Letaknya lateral dalam vagina bagian proksimal,ditengah atau distal dibawah orifisium uretra externum .Kista berisi cairan jernih dan dindingnya ada yang sangat tipis ,dan ada pula yang agak tebal.Wanita tidak mengalami kesulitan waktu persetubuhan dan persalinan.Jarang sekali kista ini sedemikian besarnya,sehingga menghambat turunnya kepala dan perlu difungsi atau pecah akibat tekanan kepala.

Adakalanya pada kista terjadi peradangan ,bahkan dapat pula terjadi abses.Biasanya abses pecah sepontan bila sudah besar.Apabila tidak perlu dilakukan insisi.

Terapi kista vagina pada umumnya tergantung pada besarnya ,tempatnya,dan saat di temukannya.

Kista kecil yang tidak melebihi buah duku biasanya tidak diketahui oleh penderita dan ini tidak perlu di apa apakan .Akan tetapi kista yang besar dan di sadari oleh penderita lebih lebih apabila disertai keluhan,sebaiknya di angkat,saat yang paling baik untuk pembedahan ialah diluar kehamilan.Dalam kehamilan tua atau apabila kista baru pertama kali diketahui sewaktu wanita dalam persalinan sikap konservatif lebih baik marsupialisasi dan dilakukan kira kira tiga bulan setelah bayi lahir.

APLASIA DAN ATRESIA VAGINA

Pada aplasia vagina kedua duktus mulleri mengadakan fusi,akan tetapi tidak berkembang dan tidak mengadakan kanalisasi,sehingga bila diraba hanya ditemukan jaringan yang tebal saja.Pada umumnya bila di jumpai aplasia vagina ,maka sering pula ditemukan uterus yang rudimenter.Ovarium dapat pula menunjukkan hipoplasi atau menjadi polikistik.

Pada aplasia vagina tidak ada vagina,dan di tempatnya introitus vagina hanya terdapat cekungan yang dangkal atau yang agak dalam .

Disini terapi terdiri atas pembuatan vagina baru beberapa metoda telah dikembangkan untuk keperluan itu.Operasi ini sebaiknya pada saat wanita yang bersanmgkutan akan menikah.Dengan demikian vagina baru dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan akan menyempit.

Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi sehingga terbentuk suatu septum yang horizontal.Septum itu dapat ditemukan pada bagian proksimal vagina,akan tetapi bias juga pada bagian bawah ,diatas hymen (atresia retrohymenalis).

Bila penutupan vagina itu menyeluruh ,menstruasi timbul tetapi darah haid tidak keluar .Terjadilah hematokolpos yang dapat mengakibatkan hematometra dan hematotalpinks.Penanganan hematokolpos sudah dibahas dalam pembicaraan tentang atresia hymennalis.

UTERUS DAN TUBA FALLOPI

Kelaianan kelainan bawaan pada uterus dan kedua tuba adalah kelainan yang timbul pada pertumbuhan duktus mulleri berupa tidak terbentuknya satu atau kedua duktus,gangguan dalam kedua duktus,dan gangguan dalam kanalisasi setelah fusi .Kelainana kelainan tersebut sering disertai oleh kelainan pada traktus urinarius,sedangkan ovarium sendiri biasanya normal.

Ada sebagian wanita yang memiliki rahim abnormal sehingga mengalami gangguan kesehatan reproduksi.Anda tidak perlu terlalu kawatir karena angka kejadian rahim tidak normal sangat jarang,hanya sekitar 0,1 % dari populasi, namun tidak ada salahnya jika anda mengetahui kasus ini lebih detail.

JENIS DAN PENYEBABNYA

Penelitian yang telah dilakukan pada saat persalinan mengidentifikasikan insiden kelainan rahim sekitar 2-3%.Kelainan yang paling sering terjadi adalah septate uterus,bicornuate uterus dan didelphic uterus.Unicarmuate uterus merupakan type kelainan yang paling jarang ditemukan.Untuk lebih jelasnya ,berikut ini penjelasan mengenai jenis jenis kelainan rahim.

UNICORNUATE UTERUS(UTERUS UNICORNIS)

Yaitu rahim yang mempunyai 1 “tanduk”sehingga bentuknya seperti pisang.Sekitar 65%wanita memiliki kelainan jenis rahim ini yang mempunyai semacam tanduk “kedua” yang lebih kecil.Terkadang”tanduk”kecil ini berhubungan dengan rahim dan vagina tetapi yang sering terjadi adalah terisolasi dan tidak berhubungan dengan keduanya.

SEPTATE UTERUS(UTERUS SEPTUS)

Yaitu kelainan rahim yang sebagian atau seluruh dindingnya terbelah (seolah olah mempunyai sekat) menjadi 2 bagian.Padahal ,bagian luarnya tampak normal saja lelainan ini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan dalam ,tetapi terkadang tidak diketahui sampai wanita yang bersangkutan mengalami hambatan atau gangguan kehamilan.Misalnya,sulit hamil atau sering mengalami keguguran berulang.

BICORNUATE UTERUS(UTERUS BICORNIS)

Yaitu kelainan bentuk rahim seperti bentuk hati mempunyai dinding dibagian dalamnya dan terbagi 2 dibagian luarnya .Kelainan rahim ini yang paling banyak ditemukan dan dapat mempengaruhi kemampuan reproduksi wanita .

UTERUS DIDELPHYS(UTERUS DUPLEX)

Yaitu kelainan rahim yang memiliki “2 leher rahim”sebagian besar kasus ini mempunyai dinding yang memisahkan vagina menjadi 2 bagian.Wanita dengan kelainan ini tidak mengalami gejala apapun.Namun disayangkan sampai saat ini penyebab dari berbagai jenis kelainan rahim tersebut belum diketahui pasti

OVARIUM

Tidak adanya kedua atau satu ovarium merupakan hal yang jarang terjadi .Biasanya tuba yang bersangkutan tidak ada pula. Ovarium tambahan dapat di tambahkan pula,ovarium ini kecil, dan letak jauh dari ovarium yang normal.

SISTEM GENITAL DAN SISTEM TRAKTUS URINARIUS

Dua sistem ini dalam pertumbuhannya mempunyai hubungan yang dekat ,sehingga dapat terjadi kelainan dalam pertumbuhan yang mengenai kedua sistem tersebut .Termaksud dalam hal ini kloska persistens apabila tidak terbentuk septum urorektale ,ekstrofi kandung kencing dengan vagina terdorong ke depan didaerah supra pubik ,dan klitoris terbagi 2 karena dinding perut bagian bawah tidak terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA

- Ilmu kandungan /editor kedua ,HANIFA Wiknjosastro editor ,ABDUL Bari Saifudin ,T